Enam tahun lalu, saya dan seorang teman sedikit nekat membuat sebuah publikasi online soal teknologi dalam bentuk artikel dan podcast. Idenya sederhana, publikasi soal teknologi yang tidak cuma berisi ulasan gadget, tutorial, atau rilisan produk.
Dengan sebutan Matinyala, kami pun mulai membahas teknologi dari lain-lain sudut pandang yang juga diramaikan oleh para penulis tamu. Di antaranya adalah tulisan soal desain papan ketik QWERTY dan kemalasan, prostitusi digital, privasi di internet, reportase dari pengguna platform kencan digital dari Tinder ke Grindr, sampai bandingan soal demo taksi Jakarta di awal masuknya taksi online dengan gerakan Luddites pada abad kesembilan belas.
Kondisi teknologi digital di Indonesia pada 2014 saat itu bisa dibilang kadang nyala kadang mati (dari infrastruktur sampai literasi), dari situlah nama kami diambil. Menyedihkannya, sampai hari ini, nama tersebut masih layak pakai. Banyak isu-isu yang kami bahas sejak saat itu masih cocok menggambarkan kondisi hari ini. Salah satunya, sampai hari ini lengan kita masih rentan terkena carpal tunnel syndrome akibat dominasi QWERTY yang sampai ke ponsel.
Sayangnya, nama adalah doa kadang ada benarnya, terbitan kami pun belakangan kadang mati kadang nyala dikarenakan tim kami yang tertimbun pekerjaan lainnya. Meskipun podcast kami masih berlanjut sesekali, energi dan waktu untuk artikel serta website kami dihadang kebutuhan menyambung hari. Ide-ide yang terus mengeram begitu kuat pun jadi sulit untuk menetas.
Alkisah lainnya, kami di Ruang sudah terpikir untuk membuat kanal teknologi sejak lama. Bahasannya tak jauh-jauh dari kelindan teknologi dan kebudayaan. Teknologi sudah mempengaruhi bagaimana kita bercakap, tertawa, menangis, bekerja, dan jatuh cinta. Teknologi dan kebudayaan sudah seharusnya dibaca sebagai dua aspek yang saling mempengaruhi. Sayang, ide itu kandas seiring dengan karamnya Ruang di tahun 2019.
Lompat ke 2020, setelah bulan-bulan terombang-ambing dalam limbo, akhirnya Ruang dikelola langsung oleh para pekerjanya. Kami pun menjajaki kemungkinan membuka kanal-kanal baru. Salah satunya adalah rencana lama soal kanal teknologi. Beberapa dari kami pun lalu berpikir, “kenapa tidak kami rangkul saja Matinyala ke dalam Ruang?”. Lagipula, salah seorang pengampu dari Matinyala pun sudah lama turut aktif dalam membangun Ruang selama ini.
Maka dengan komposisi gandengan baru ini, Kanal Matinyala pun akan menjadi tempat bagi kami dan kontributor untuk berbagi pandangan soal teknologi. Lewat Selebaran edisi ini juga, kami ingin mengundangmu untuk turut menulis soal teknologi yang menurutmu seru dan perlu kami baca.
REKOMENDASI LIAR
📖 McSweeney's 54, “The End of Trust”
McSweeney’s edisi 54 ini membahas soal trust di internet yang terjebak di jalan buntu. Mulai dari teknologi surveillance yang makin menggila, anonimitas yang bersaing dengan kenarsisan, sampai wawancara dengan Edward Snowden soal blockchain.
🎧 “Heart Sutra” - Yogetsu Akasaka
Single ini adalah bukti bahwa klab, DJ, chanting, dan biksu bukanlah hal-hal yang tak bisa disatukan.
🎬 Dheepan - Jacques Audiard
Pemenang Palm d’or di Festival Film Cannes 2015 yang brutal dan eksplosif ini bercerita tentang sekumpulan imigran dari Srilanka yang dilanda perang sipil. Demi bertahan hidup, mereka mesti berpura-pura menjadi keluarga di suatu perumahan kumuh di Paris. Akhir dari film ini tak pernah gagal membuat saya termangu.
Farhanah & Tomo Hartono
Kalau suka dengan kerja Ruang, kamu bisa ikut mendanai kerja Ruang dengan patungan atau ikut bergabung sebagai Warga.